Agak tertarik dengan pertanyaan salah seorang pembaca, adakah persoalan kenapa suami orang menjadi pilihan timbul di zaman Rasulullah saw?
Tentulah tidak timbul permasalahan ini di zaman rasulullah saw kerana mereka benar-benar berpoligami kerana ingin membantu perempuan-perempuan/janda-janda yang kematian suami yang syahid di medan perang. Pada zaman sekarang lain pula jadinya.
Menurut Haji Dusuki b Haji Ahmad dalam buku Poligami Dalam Islam, syarat yang penting untuk membolehkan poligami ada dua iaitu keadilan di antara para isteri dan berkuasa menanggung nafkah.
Yang menjadi kekacauan dalam keluarga poligami sekarang ini adalah disebabkan suami yang tidak mampu untuk berlaku adil dan ada juga yang tidak mampu untuk memberi nafkah sehingga menyebabkan berlaku pengabaian kepada anak-anak.
Anak-anak pula yang menjadi mangsa keadaan. Kalau dahulu, ayah selaku pemimpin keluarga yang berani berjuang dan syahid dengan kekuatan bermujahadah, jadi tidak hairanlah dia mampu membina keluarga yang mantap mental dan fizikal pada anak-anak dengan semaian ilmu, iman, taqwa dan akhlak yang mulia.
Zaman sekarang masih ada keluarga sedemikian, kalau kata 10 keluarga poligami, ada satu keluarga yang sedemikian. Di sana ada indahnya poligami.
Poligami tidak semudah disangka. Mungkin ia jadi mudah apabila masing-masing faham akan peranan dan tanggungjawab masing-masing. Tapi malangnya hanya mampu berkata, "abang kan ikut sunnah..". Bagi isteri yang faham benar suaminya persis apa, jadi bagi isteri yang baik tentulah akan menolak dengan baik dan lakukan sedikit perbincangan walaupun pada akhirnya membenarkan tetapi berbeza pula dengan isteri yang dikatakan sebagai perampas. Ini adalah disebabkan kerana mereka yang tidak bersyukur dengan kebenaran yang diberi oleh isteri pertama. Bukan menjalin hubungan dengan keluarga isteri pertama malah guna perkhidmatan bomoh pula. Bukan sahaja suami sahaja diambil tetapi terpaksa merasa tempias cemburu yang melampau dari pihak sebelah sana dengan menanggung kesengsaraan psikologi yang akhirnya membawa kepada kesakitan biologi.
Isteri pertama atau kedua sama sahaja. Ada yang pertama baik tetapi yang kedua pula bermasalah dan begitulah sebaliknya. Pokok pangkalnya kembali kepada individu itu sendiri. Dalam hal ini, suami memainkan peranan penting. Benarlah, memang ada isteri yang diluar kawalan, suami pula menjadi mangsa keadaan. Bagi mengelakkan terjadi perkara-perkara yang tidak diingini berlaku dan timbulnya pelbagai masalah, seharusnya emosi diletakkan di tepi dan dibuang jauh-jauh.
Seharusnya masing-masing suami dan isteri-isteri lebih rasional dan bijak mengatur dan berbincang dengan baik. Janganlah sebagai alasan hendak tukar angin baru sebab yang lama sudah tidak cantik dan tidak pandai melayan serta pelbagai lagi alasan yang tidak munasabah dan tidak masuk akal dikemukakan. Tetapi carilah dan dalamilah ilmu bagi membantu perempuan yang benar-benar harus dipoligami.
Banyak perempuan hari ini tidak boleh menerima poligami adalah disebabkan kesilapan lelaki. Benar, isteri yang kedua,ketiga dan keempat juga perempuan. Kalau marah pada lelaki, marahlah juga pada perempuan-perempuan yang bersedia dimadu yang juga kaum sejenis dengan isteri pertama. Perempuan-perempuan seharusnya bersiap-sedia dengan ilmu di dada dan ketahanan mental dan fizikal bagi menempuh alam perkahwinan.
Monogami atau poligami kedua-duanya telah termaktub peraturannya dalam Islam. Kedua-duanya dibenarkan dalam Islam. Namun harus difahami yang menjadi keutamaan adalah monogami tetapi poligami dibenarkan dalam hal-hal tertentu bukanlah digalakkan kepada semua lelaki. Walau bagaimanapun jika lelaki itu layak untuk berpoligami dan alasan mengapa ingin berpoligami itu benar dan sesuai dengan yang sepatutnya iaitu ingin membantu perempuan tersebut, tiada salahnya.
Dalam hal ini, isteri-isteri harus lebih meletakkan rasional di hadapan bukan jadikan poligami sebagai beban.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Cara Mudah Tulis Pengenalan dan Permasalahan Kajian
Kenapa saya menulis tentang cara melakar Latar Belakang Kajian? Kebanyakan buku menjelaskan secara ringkas dan umum. Ada juga yang detail , ...
-
Benarkah POLIGAMI menyakitkan? Slide 3 l Pada tahun 2000 kajian telah dilakukan di Pulau Pinang, Perlis dan Kedah yang mendapati ...
-
Bermastautin di Melaka khususnya di Kuala Sungai Baru bukanlah suatu perkara yang mustahil. Kawasan pedalaman ini sudah jauh beza pada keti...
-
Mata pelajaran yang sangat menarik untuk dikongsi bersama-sama dengan semua oran g dan suatu hal yang menjadi sangat praktikal dan efektif b...
2 comments:
Artikel ini ditulis terutama untuk ‘menjelaskan’ apa yang kutulis dalam postingan yang berjudul ‘LOOK WHO’S TALKING’, terutama yang berhubungan dengan poligami. Poligami seringkali dijadikan ‘kambing hitam’ orang-orang yang beragama non Islam untuk ‘menyerang’ agama Islam sebagai agama yang tidak friendly terhadap perempuan. Tentu ini dikarenakan tafsir surat An-Nisa ayat 3 yang lebih ‘terkenal’ adalah kaum laki-laki Muslim diperbolehkan berpoligami. Bahkan surat kawin yang diterbitkan oleh KUA untuk kaum Muslim pun berisi ‘syarat-syarat’ poligami yang harus dipenuhi oleh laki-laki Muslim. ‘Syarat-syarat’ ini bermakna bahwa negara memperbolehkan praktik poligami. Ini berarti, negara pun ikut campur dalam kehidupan pribadi warga negaranya dan ikut serta mendiskriminasi kaum perempuan Muslim. Bahkan bagi orang-orang Muslim yang sok merasa ilmunya sudah tinggi menutup matanya pada ‘syarat-syarat’ yang dikeluarkan oleh negara karena mereka berpikir bahwa tafsir surat An-Nisa ayat 3 itu sudah cukup kuat memperbolehkan kaum laki-laki berpoligami, tanpa perlu ada ‘harus begini harus begitu’.
Di blog http://afeministblog.blogspot.com aku telah menulis beberapa artikel tentang poligami, yang semuanya ANTI POLIGAMI. Di artikel ini, aku hanya akan menerjemahkan salah satu postinganku. Mengingat latar belakang studiku adalah Sastra, maka aku pun akan memberikan tafsir Surat An-Nisa yang berhubungan dengan poligami dari teori Sastra.
(CATATAN: orang-orang Muslim percaya bahwa Alquran tidak akan pernah mengalami perubahan dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai hari kiamat nanti, berdasarkan janji Allah. Akan tetapi tafsir Alquran tidak akan berhenti pada satu tafsir saja. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, meningkatnya akal manusia, tafsir-tafsir baru akan muncul. Perubahan adalah satu hukum alam yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan. Di zaman Nabi, orang-orang pergi berhaji naik onta, hal ini tentu tidak lantas orang-orang zaman sekarang harus pergi berhaji naik onta, bukan?)
Teori Strukturalisme. Teori ini berfokus kepada apa yang tertulis dalam suatu karya/tulisan, tanpa melibatkan aspek-aspek lain, misal latar belakang sang penulis (teori ekspresif), latar belakang masyarakat tatkala suatu karya ditulis (teori sosiohistoris), dan para pembaca karya tersebut (teori respons pembaca). Khusus untuk pendekatan ekspresif, hal ini sangat tidak dianjurkan dipakai untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran mengingat orang-orang Muslim percaya Alquran ditulis oleh Allah.
Ayat yang menjadi rujukan untuk membolehkan praktik poligami adalah Surat An-Nisa ayat 3 yang artinya:
“Jika kamu takut bahwa kamu tidak bisa memperlakukan para anak yatim piatu itu secara adil, maka kamu boleh menikahi dua, tiga, atau empat perempuan yang kamu pilih.”
Biasanya para pendukung poligami berhenti pada kalimat tersebut, dan melupakan kelanjutan ayat yang berbunyi:
“Namun jika kamu takut kamu tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah hanya satu perempuan saja.”
Ayat ini dilanjutkan pada ayat 129, surat yang sama yakni Surat An-Nisa:
“...meskipun kamu ingin bersifat adil, kamu tidak akan pernah bisa.”
Melupakan kelanjutan ayat ini menunjukkan dengan jelas egoisme para pelaku poligami, juga para ulama yang memberikan tafsir pembolehan praktik poligami. Mereka menutup mata untuk menggunakan teori ‘intertekstual’ bahwa ayat 129 ini berhubungan langsung dengan ayat 3. Bukankah Allah telah berfirman dengan jelas “KAMU TIDAK AKAN PERNAH BISA BERSIFAT ADIL”. Menyatukan ayat 3 dan ayat 129 menghasilkan tafsir MANUSIA TIDAK BISA BERSIFAT ADIL UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK POLIGAMI. Hal ini bisa bermakna hukum poligami HARAM.
Teori Sosiohistoris. Dalam teori ini kita menghubungkan satu karya saat ditulis (dalam hal Alquran, saat ayat tertentu diturunkan kepada Nabi Muhammad) dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Surat An-Nisa ayat 3 diturunkan kepada Nabi setelah kaum Muslim kalah dalam perang Uhud dimana banyak prajurit tewas. Dengan banyaknya prajurit yang tewas, banyak perempuan yang tiba-tiba menjadi janda. Mengingat pada saat itu kaum perempuan tidak memiliki akses ke ranah publik, tidak memiliki hak untuk menjadi ‘proprietor’ (atau pemilik) barang-barang berharga yang ditinggalkan oleh suami-suami yang tewas dalam peperangan, ayat ketiga Surat An-Nisa ini diturunkan, untuk ‘menyelamatkan’ kaum perempuan dan anak-anak yatim mereka dari tindak ketidakadilan. Karena perempuan tidak bisa menjadi ‘proprietor’ maka harta benda mereka secara otomatis menjadi milik kakak atau adik laki-laki mereka sebagai pemilik hak waris, terutama jika anak-anak mereka masih kecil, atau tidak memiliki anak laki-laki.
Nabi Muhammad dan laki-laki Muslim pada waktu itu boleh menikahi para janda tersebut untuk menyelamatkan barang-barang warisan, untuk kemudian digunakan untuk kepentingan para perempuan dan anak-anak mereka.
Menggunakan teori ini, praktik poligami jelas tidak dapat dibenarkan mengingat di zaman sekarang (terutama di Indonesia), kaum perempuan memiliki akses ke ranah publik, dan perempuan pun berhak menjadi ‘proprietor’ harta benda yang ditinggalkan oleh suami yang sudah meninggal. Perempuan bisa melanjutkan hidup mereka dengan mengelola harta benda yang diwariskan oleh suami. Bila tidak ada warisan, perempuan memiliki akses ke ranah publik yang memungkinkan mereka bekerja untuk menafkahi diri sendiri maupun anak-anak mereka.
Apalagi jika istri kedua, ketiga, atau keempat bukan merupakan janda, bisakah praktik poligami ini dibenarkan, dengan merujuk ke Surat An-Nisa ayat 3?
Lebih baik berpoligami daripada selingkuh atau pergi ke tempat lokalisasi?
Pertanyaan retorik ini membenarkan apa yang dikatakan oleh Hilaly Basya dari Al-Azhar Youth Islamic Study (dimuat di Jurnal Perempuan no 31 yang berjudul “Menimbang Poligami” terbit September 2003): “Di zaman sekarang orang berpoligami untuk merayakan libido!”
Nana Podungge
PT56 15.55 290309
http://nana-podungge.blogspot.com
salamullah alaiki anti
sy kutip sedikit kata2 dlm tulisan enti...
"Banyak perempuan hari ini tidak boleh menerima poligami adalah disebabkan kesilapan lelaki. Benar, isteri yang kedua,ketiga dan keempat juga perempuan. Kalau marah pada lelaki, marahlah juga pada perempuan-perempuan yang bersedia dimadu yang juga kaum sejenis dengan isteri pertama. Perempuan-perempuan seharusnya bersiap-sedia dengan ilmu di dada dan ketahanan mental dan fizikal bagi menempuh alam perkahwinan."
cuba cari, sahabat rasul yg mana yg beristeri satu,adil yg dimaksudkn or yg diinginkn itu sprti apa?,
mengapa brsemangat menolak poligamy?jika mrasa diri tidak mampu, tidak perlu mncari2 alasan sehingga membuat orang lain menolak ayat tntng poligamy?"seorang teman brkata"poligamy wlu pun dgn alasan syahwat skali pun, ia tetap benar dan halal"
maaf.."jangan membenci sesuatu yg halal yg rasul melakukannya n allah menyebutkn dlm firmanNYA"
Post a Comment